maritimnewsdotco@gmail.com
Banner Iklan Maritim News

Gelombang Demonstrasi di Makassar: Gerakan Kolektif Rakyat Menuntut Keadilan Sosial

$rows[judul]

Makassar - Seiring dengan meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap kebijakan pemerintah, sebuah gelombang demonstrasi besar melanda berbagai kota di Indonesia, dengan puncaknya terjadi di Makassar. Aksi unjuk rasa oleh mahasiswa, buruh, ojek online (ojol), dan masyarakat umum ini merefleksikan rasa frustrasi terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai semakin tidak berpihak kepada rakyat.

Di balik aksi-aksi yang menggema di jalanan, ada ketidakpuasan mendalam atas kebijakan kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 250%, yang semakin memberatkan masyarakat, serta pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang disertai dengan kenaikan tunjangan hunian anggota DPR sebesar Rp 50 juta per bulan. Sementara itu, rakyat biasa harus berjuang menghadapi tekanan biaya hidup yang terus meningkat dan minimnya lapangan pekerjaan.

"Rakyat sudah cukup menderita, sementara elit justru mendapatkan fasilitas mewah. Kami hadir di jalanan untuk menyuarakan bahwa ketidakadilan ini tidak bisa dibiarkan," ujar Taufiq , salah satu mahasiswa yang turut serta dalam demonstrasi.

Aksi yang berlangsung di depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) pada pukul 15,30 WITA, bukanlah sekadar ekspresi ketidakpuasan, melainkan merupakan seruan kolektif untuk perubahan yang lebih baik. Di jalan-jalan Makassar, suara-suara muda menggema, menyatukan berbagai elemen masyarakat yang merasakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah. Slogan-slogan yang dilontarkan dalam demonstrasi adalah cermin dari luka yang dialami bersama, namun juga harapan akan perubahan.

Makassar, yang selama ini dikenal sebagai pusat ekonomi dan budaya, kini menjadi panggung bagi sebuah gerakan sosial-politik yang lahir dari tumpukan masalah yang sudah lama diabaikan. Di tengah situasi ketertutupan pemerintah terhadap aspirasi rakyat, jalanan pun menjadi alternatif bagi suara yang tidak dihiraukan oleh ruang-ruang resmi.

Gerakan ini mengajarkan kepada kita bahwa ketika pintu-pintu aspirasi ditutup, jalanan akan menjadi ruang untuk menyampaikan suara rakyat. Suara yang selama ini dianggap angin lalu oleh pemerintah, kini mampu menggetarkan dinding-dinding kekuasaan. Gerakan ini bukan hanya tentang perlawanan terhadap kebijakan yang merugikan, tetapi juga tentang menegakkan kembali prinsip-prinsip dasar demokrasi yang semakin tergerus oleh ketidakadilan.

"Gerakan ini adalah pengingat bahwa aspirasi rakyat bukanlah beban, tetapi dasar dari demokrasi itu sendiri. Selama ketidakadilan masih ada, perlawanan kami tidak akan pernah berhenti," ujar Taufiq, seorang Mahasiswa yang turut bergabung dalam demonstrasi.

Sebagai penanda penting dalam perjalanan sejarah Indonesia yang telah merdeka selama 80 tahun, peristiwa di Makassar pada 29 Agustus 2025 menunjukkan bahwa rakyat tidak akan diam ketika hak-haknya diabaikan. Persatuan dan kebersamaan menjadi kekuatan utama dalam memperjuangkan keadilan, dan jalanan telah menjadi saksi bahwa suara rakyat tidak akan pernah bisa dibungkam.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)