Bantaeng - Setelah 16 hari aksi pendudukan di kawasan PT Huadi Nickel Alloy, buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Industri Pertambangan Energi (SBIPE) Bantaeng akhirnya berhasil mendorong terciptanya perundingan tripartit bersama perusahaan dan pemerintah, yang menghasilkan sejumlah kesepakatan penting.
Sebelumnya, pada 28 Juli 2025 pukul 13.16 WITA, SBIPE menggelar perundingan bipartit ketiga selama aksi dengan pihak manajemen PT Huadi yang diwakili oleh Andi Adrianti Latippa dan Muhclis. Namun, negosiasi gagal mencapai kesepakatan, khususnya terkait upah buruh yang dirumahkan.
Pihak perusahaan bersikeras pada nominal Rp1.500.000, sementara SBIPE menolak keputusan tersebut karena dinilai sepihak dan tidak layak. Akibat kegagalan perundingan ini, aksi pendudukan di depan gerbang PT Huadi berlanjut.
Kebuntuan tersebut memicu pengerahan sekitar 120 aparat gabungan dari TNI, Polres Bantaeng, dan Brimob BKO Polda Sulawesi Selatan. Aparat tampak berjaga di sekitar area dalam dekat gerbang perusahaan, yang diduga untuk menekan dan memengaruhi psikologis serikat buruh.
Meski demikian, kehadiran aparat tidak menyurutkan semangat para buruh yang terus bertahan dan menggalang solidaritas.
Pada pukul 14.33 WITA, Kapolres Bantaeng AKBP Nur Prasetyantoro Wira Utomo mengundang perwakilan SBIPE untuk berdialog di Pos 1 Security. Dalam pertemuan itu, SBIPE menegaskan bahwa akar persoalan bukan sekadar soal PHK atau buruh yang dirumahkan, melainkan berbagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hal ini mencakup penerapan K3, hak pekerja perempuan, kontrak kerja, upah lembur, jam istirahat, pemberlakuan UMP 2025, akses slip gaji, dan manajemen internal yang dinilai tidak profesional.
SBIPE juga mendesak Kapolres untuk menghadirkan Bupati Bantaeng dan mendorong penyelesaian konflik secara menyeluruh dengan memberikan jaminan dan perlindungan kepada pekerja.
“SBIPE boleh saja bubar hari ini, tapi tidak akan menghentikan gerakan protes. Karena akar persoalan yang membuat situasi ini terjadi tidak dihentikan, bahkan disaksikan langsung oleh pemerintah dan penegak hukum,” ujar Junaedi Hambali, Kepala Departemen Advokasi, Hukum, dan Kampanye SBIPE, Rabu, 30 Juli 2025.
Permintaan tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan lanjutan pada 29 Juli 2025 di ruang rapat Wakil Bupati Bantaeng. Perundingan tripartit ini berlangsung selama tiga jam dan dihadiri oleh Direktur Utama PT Huadi Nickel Alloy, Bupati Bantaeng, Kapolres, Dinas Tenaga Kerja, UPT Pengawasan Ketenagakerjaan, dan Mediator Hubungan Industrial.
Perundingan itu menghasilkan lima kesepakatan. Pertama, kekurangan upah lembur akan diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan dijadikan acuan untuk kasus serupa di masa mendatang.
Kedua, upah berdasarkan UMP 2025. PT Huadi bersedia membayar selisih kekurangan upah pokok dari Januari hingga Juni 2025 jika terdapat perbedaan dengan UMP berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Selatan. Pembayaran akan dilakukan pada Agustus 2025.
Ketiga, penghentian aksi dan normalisasi operasional. SBIPE sepakat menghentikan aksi demonstrasi, dan perusahaan kembali menjalankan operasional normal.
Keempat, upah buruh dirumahkan. Pihak perusahaan tetap menetapkan nominal Rp1.500.000 dan memberikan dua opsi kepada buruh: Mengajukan PHK dengan hak-hak normative penuh sesuai PP 35 Tahun 2021, yang akan dibayarkan maksimal 14 hari setelah data pekerja diserahkan, dan Menerima upah Rp1.500.000 dan pembayaran premi BPJS setiap bulan selama masa dirumahkan, berlaku sejak 1 Juli 2025 untuk karyawan T2 dan 15 Juli 2025 untuk karyawan T1. Status ini akan dievaluasi jika keuangan perusahaan membaik.
Kelima, prioritas kembali bekerja. Buruh yang dirumahkan akan diprioritaskan untuk dipekerjakan kembali saat kondisi finansial perusahaan membaik.
Seluruh kesepakatan tersebut dituangkan dalam dokumen perjanjian bersama yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Huadi Nickel Alloy Indonesia Jos Stefan Hideky, Ketua SBIPE Junaid Judda, Bupati Bantaeng, Kapolres Bantaeng, Kepala Dinas Ketenagakerjaan, dan Mediator Hubungan Industrial.
SBIPE menyambut kesepakatan ini sebagai hasil nyata dari solidaritas kolektif buruh yang selama dua pekan lebih menuntut keadilan.
“Apa yang dicapai hari ini adalah bukti bahwa kekuatan buruh yang bersatu mampu menggoyang kekuasaan dan membuka ruang perundingan yang berpihak. Perjuangan selama 16 hari ini akan tercatat dalam sejarah sebagai aksi damai terlama dan menjadi tonggak perubahan baru di Kawasan Industri Bantaeng,” tegas Junaid Judda.
“Perjuangan ini belum selesai dan akan terus dikawal hingga keadilan benar-benar ditegakkan. Terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menunjukkan solidaritas terhadap perjuangan SBIPE Bantaeng hingga hari ini. Dukungan kalian adalah bahan bakar utama bagi langkah kami untuk terus maju,” tandas dia.
Tulis Komentar