maritimnewsdotco@gmail.com
Banner Iklan Maritim News

Lima Daerah di Sulsel Dilanda Banjir Usai Hujan Deras, WALHI: Pemerintah Harus Ambil Langkah Tepat

$rows[judul] Foto: BPD Bantaeng mengevakuasi warga yang terdampak banjir di wilayah Lamalaka. (Istimewa)

Makassar - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyebut bencana banjir yang melanda lima kabupaten-Bone, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, dan Jeneponto akan terus berulang jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas.

“Pemerintah harus bertindak melampaui batas-batas administratif daerah,” ujar Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulsel, Slamet Riadi, dalam keterangan persnya, Ahad, 6 Juli 2025.

Sebelumnya, Sabtu, 5 Juli 2025, banjir dan longsor melanda lima kabupaten di Sulsel Bencana hidrometeorologi tersebut mengakibatkan ribuan rumah terendam hingga sejumlah fasilitas umum mengalami kerusakan. Bencana tersebut terjadi imbas hujan deras yang melanda kelima wilayah tersebut.

Meski daya rusaknya terbilang parah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel memastikan tidak ada korban jiwa akibat peristiwa itu.

"Kami tidak bermaksud menyebar ketakutan, tetapi ini lah fakta yang harus diketahui oleh masyarakat di Sulsel. Pasalnya, berdasarkan data yang diolah oleh tim kami menunjukkan bahwa dalam kurung waktu 10 tahun terakhir yakni 2013-2023 itu terjadi kenaikan angka bencana sebanyak lima kali lipat di Sulsel. Dari yang awalnya hanya 50 angka kejadian bencana kemudian menjadi 267 angka kejadian bencana. Meskipun di tahun 2024 angkanya turun menjadi 165 angka kejadian bencana tetapi dampak dan kerusakan yang diakibatkan tetap saja masif,” ujar Slamet.

Slamet juga menjelaskan penyebab utama meningkatnya kejadian bencana di Sulsel adalah alih fungsi kawasan hutan, ekspansi perkebunan skala besar, pembangunan infrastruktur, dan pertambangan.

"Daya dukung serta daya tampung lingkungan di Sulsel sudah sangat menurun. Buktinya, dari 20 tahun terakhir ada sekitar 85.270 Ha hutan yang hilang, luasnya kurang lebih setara dengan 119.425 lapangan sepak bola. Sehingga, saat ini hutan kita yang tersisa hanya sekitar 1.359.039 Ha atau hanya tersisa 29,70 % dari luas provinsi. Ini jelas peringatan keras karena angkanya sudah di bawah 30 %,” tegas dia.

Meski begitu, Slamet tak menafikan peran warga yang membuka lahan untuk pertanian di lima wilayah terdampak banjir dan longsor. Hanya saja, kata dia, aktivitas pembukaan lahan itu masih terkontrol dan bisa diajak berkomunikasi. Lain sisi, Slamet menyebut pemerintah bertugas mengedukasi warga dan pemahaman soal pentingnya menjaga kawasan hutan.

"Kami hendak menyoroti spesifik banjir yang terjadi di Sinjai, saat ini di bagian hulu tepatnya di Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai Bulopodda, Sinjai Tengah, dan Sinjai Selatan ada ancaman aktivitas ekstraktif yang masif di wilayah tangkapan air Sungai Mangottong dan Sungai Tangka. Aktivitas pertambangan ini telah mengantongi izin operasi produksi pertambangan emas seluas 11.326 Ha milik PT Trinusa Resources. Meskipun saat ini belum ada aktivitas pertambangan namun bencana hidrometeorologi sudah masif terjadi. Lantas bagaimana jika aktivitas pertambangan tersebut telah berlangsung, tentu bencana akan semakin meningkat dan inilah yang dikhawatirkan oleh masyarakat yang ada di Kabupaten Sinjai,” terang Slamet.

Terakhir, Slamet menghimbau pemerintah agar pemulihan pasca bencana dan langkah mitigasi yang harus dilakukan menggunakan pendekatan berbasis bentang alam atau ekosistem esensial seperti Daerah Aliran Sungai.

"Saat ini perencanaan dan pelaksanaan mitigasi bencana sudah tidak bisa lagi dilakukan secara sektoral dalam artian hanya per kabupaten saja. Tiap kabupaten harus berkoordinasi dengan kabupaten lain untuk merumuskan upaya mitigasi dan perlindungan kawasan hutan kedepannya. Terlebih lagi mengingat fenomena perubahan iklim yang membuat dan menuntut kita semua agar cepat beradaptasi dengan kondisi ini,” tandas Slamet.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)