maritimnewsdotco@gmail.com
Banner Iklan Maritim News

Massa Solidaritas Untuk Buruh KIBA Minta Disnaker Sulsel Awasi Laku Semena-mena PT Huadi

$rows[judul] Foto: Massa Aksi Solidaritas Untuk Buruh KIBA berunjuk rasa di depan Kantor Disnaker Sulsel. (Istimewa)

Makassar - Massa aksi Solidaritas Untuk Buruh KIBA (Kawasan Industri Bantaeng) menyeruduk kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin, 14 Juli 2025. Mereka menyuarakan aspirasi ratusan buruh PT Huadi Nickel Alloy Indonesia yang dirumahkan tidak sesuai dengan mekanisme yang ada.

Kisaran pukul 10.00 WITA, puluhan massa aksi yang berasal dari berbagai organisasi mulai membentangkan spanduk dan poster kampanye yang memuat tulisan tuntutan dan dukungan atas perjuangan buruh KIBA. Tampak jelas spanduk utama yang dibentangkan massa aksi bertuliskan ‘Kawal Hak Buruh KIBA’.

Diketahui, aksi itu terkoordinasi langsung dengan Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) KIBA yang juga berdemonstrasi di Bantaeng hari ini. Berdasarkan keterangan yang dihimpun, aksi buruh di KIBA direncanakan akan bertahan hingga tuntutan mereka terpenuhi.

Buruh KIBA akan memblokade pengiriman hasil produksi perusahaan yang rencananya akan diekspor hari ini. Ternyata aksi itu tak hanya digelar di Bantaeng dan Makassar, tetapi juga di Jakarta, tepat di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI.

Di Makassar, kisaran 10 menit setelah aksi berjalan, sebuah mobil tetiba berhenti di dekat massa. Tak berselang lama, Kepala Disnaker Sulsel, Jayadi Nas turun dari mobil dan mengajak para massa aksi masuk ke halaman kantor. Meski Kadisnaker berupaya menampakkan sikap keterbukaan, massa aksi masih melanjutkan aksi kampanye, pembentangan spanduk, poster dan juga orasi masih dilakukan, dengan menyasar para pengguna jalan yang melintas.

Setelah massa aksi merasa cukup berkampanye di bahu jalan, mereka merangsek masuk ke halaman Kantor Disnaker Sulsel dan disambut langsung oleh Kadis.

Koordinator Aksi Terangkan Kondisi Buruh

Koordinator aksi yang juga anggota Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulsel, Ijul membuka dialog dengan menjelaskan situasi sulit yang dialami buruh di KIBA, khususnya para pekerja PT Huadi.

“Saat ini, buruh di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) yang terkonsolidasi dalam SBIPE KIBA melakukan aksi memblokade aktivitas ekspor feronikel milik perusahaan. Aktivitas ini didasari karena perusahaan, dalam hal ini PT. Huadi bertindak semena-mena terhadap buruhnya,” kata Ijul.

Tindakan semena-mena dan melanggar aturan itu, kata dia, kekurangan upah yang tidak dibayarkan oleh pihak perusahaan, pemutusan hak kerja (PHK) sepihak dan kebijakan merumahkan buruh.

“Buruh di KIBA dalam prakteknya dipekerjakan oleh perusahaan melebihi waktu kerja yang diatur dalam Undang-undang. Buruh kerap bekerja hingga 12 jam tanpa istirahat bahkan itu dilakukan selama satu minggu tanpa libur. Disini buruh berhak atas upah lembur diluar gaji pokok mereka. Namun, perusahaan tidak membayarkan upah lembur buruh. Selain itu, saat ini yang banyak membuat buruh resah adalah kebijakan semena-mena perusahaan yang akan merumahkan sekitar 950 buruh. Kebijakan tersebut sangatlah semena-mena karena perusahaan tidak mengeluarkan dokumen resmi terkait itu, namun hanya disosialisasikan kepada para leader. Mereka juga hanya akan di upah sebesar Rp. 1.000.000 rupiah. Kebijakan tersebut kemudian langsung ditolak oleh para buruh karena dinilai tidak manusiawi,” papar Ijul.

Menanggapi keterangan yang disampaikan pengunjuk rasa, Jayadi Nas mengawali pembicaraan dengan menjelaskan kondisi perekonomian nasional-global yang sedang lesu. Meskipun, ia sendiri tak membenarkan jika ada perusahaan yang melakukan tindakan tak patut kepada para pekerja mereka, termasuk phk sepihak.

“PHK dan merumahkan buruh bukan hanya terjadi di KIBA sebenarnya, tapi juga terjadi di perusahaan-perusahaan lain. Kan ekonomi memang sedang lemah. Tapi tidak boleh juga seenaknya, karena ada regulasi yang mengatur. Kami jelas, ketika itu melanggar regulasi maka patut di tindaki. Terkait kekurangan upah, itu masih ditangani oleh UPT pengawas ketenagakerjaan, belum dilaporkan kepada kami,” kata Jayadi.

Sebelum Jayadi melanjutkan pembicaraan, ia ditanggapi oleh Al Iqbal, humas aksi yang berasal KontraS Sulawesi. Berdasarkan data yang ada, kejahatan ketenagakerjaan telah lama terjadi, bahkan sebelum kondisi ekonomi, yang kata Jayadi, sedang lesu.

“Praktek perampasan upah buruh itu sudah terjadi sejak lama. UPT pengawas ketenagakerjaan telah melakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusan bahwa buruh masih memiliki hak upah yang belum dibayarkan perusahaan. Dari 20 buruh yang diperiksa, bahkan ada buruh yang telah mengalami kelebihan jam kerja sejak 2021. Sehingga buruh tersebut masih memiliki hak upah sebesar Rp. 83.000.000 yang harus dibayarkan perusahaan. Ini bukan karena perekonomian lesu saat ini, tapi ini adalah praktek kejahatan kerja yang dilakukan oleh perusahaan,” terang Iqbal.

Hal itu, kata Iqbal, menunjukkan ketidaktegasan Disnaker Sulsel. Menurutnya, Disnaker Sulsel memiliki peran sentral dalam memberantas praktek jahat yang dilakukan oleh perusahaan secara berulang.

“Peran aktif Disnaker provinsi Sulsel adalah suatu kewajiban untuk memutus praktek culas tersebut. Disnaker tidak boleh membiarkan perusahaan-perusahaan nakal terus merugikan buruh dengan kebijakannya yang semena-mena,” jelas Iqbal.

Setelah mendengarkan, Jayadi berjanji segera menghubungi UPT pengawas ketenagakerjaan untuk membuat laporan pemeriksaan dan kemudian dilimpahkan kepada Disnaker Sulsel.

“Setelah ini, saya akan menghubungi pihak UPT pengawas ketenagakerjaan. Saya akan minta dia segera melaporkan temuannya dan dilimpahkan kepada kami. Karena dengan begitu maka kami sudah bisa melanjutkan ke tahap penyidikan di PPNS (penyidik pegawai negeri sipil). Setelah penyidikan, kita sudah bisa menimbang apakah perusahaan tersebut patut diberikan sanksi atau bahkan bisa masuk di ranah pidana,” janji dia.

Setelah dialog, solidaritas untuk buruh KIBA kemudian menyodorkan komitmen untuk ditandatangani oleh Kadisnaker. Namun, dengan beberapa alasan, Jayadi tidak bersedia untuk menandatangani dokumen tersebut. (Rls)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)