maritimnewsdotco@gmail.com
Banner Iklan Maritim News

Inovasi FK Unhas: Lawan Tuberkulosis dengan Terapi Inhalasi, Lebih Efektif dan Minim Efek Samping

$rows[judul] Foto: Tim PKM RE Matra-TB Fakultas Kedokteran Unhas, Makassar. (Istimewa)

Makassar – Menarik, peneliti muda asal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK Unhas) mengembangkan terobosan baru dalam penanganan Tuberkulosis (TB). Terobosan itu dipublikasi Melalui penelitian berjudul "Efektivitas kombinasi Allicin dengan Obat Anti Tuberkulosis melalui Targeted-killing dalam Pengobatan Tuberkulosis Sensitif Obat Sediaan Nanoparticle Lipid Carrier Mannose Inhalation". 

Para peneliti yang terdiri lima orang menguji efektivitas pemberian obat TB melalui rute inhalasi atau hirup, yang diharapkan dapat mempersingkat durasi pengobatan dan meminimalisir efek samping yang selama ini menjadi kendala.

Penelitian itu tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI dan digawangi oleh lima mahasiswa berprestasi. Tim itu menamakan diri Matra-TB yang diketuai oleh M. Fadlan Abdillah, dengan anggota Muh. Yusuf Raihan, A. Sabila Aprilia, Nabila Gina dan Suci Apriliana. Mereka dibimbing langsung oleh guru besar yang merupakan pakar mikrobiologi klinik, Muh. Nasrum Massi.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi memprihatinkan Indonesia yang masih menduduki peringkat kedua negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Pengobatan standar yang diberikan selama ini adalah Obat Anti Tuberkulosis (OAT) oral yang terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol. 

Sayangnya, regimen obat ini menimbulkan berbagai efek samping sistemik yang serius, seperti gagal hati, urin berwarna merah, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta efek neurotoksin.

"Efek samping inilah yang sering menyebabkan pasien putus obat, sehingga menimbulkan kekebalan kuman TB yang lebih sulit untuk diatasi," jelas Fadlan.

Fokus penelitian "Matra-TB" adalah mengombinasikan senyawa alami Allicin dari bawang putih dengan keempat OAT standar. Kombinasi ini kemudian diujikan melalui dua rute pemberian yang berbeda: oral konvensional dan inhalasi. Tujuannya adalah untuk melihat apakah terapi inhalasi dapat memberikan efektivitas yang lebih tinggi dengan toksisitas yang lebih rendah.

"Penelitian ini berpotensi mengatasi permasalahan putus obatnya penderita TB akibat durasi pengobatan yang lama serta banyaknya obat oral yang perlu mereka minum," tambah Fadlan.


Hingga saat ini, tim telah melakukan pengujian pada model hewan tikus yang diinduksi TB. Mereka mengamati tiga parameter utama: durasi pengobatan yang diperlukan, tingkat toksisitas atau kerusakan pada organ hati, serta respons imun yang ditunjukkan oleh tikus percobaan.

Jika terbukti berhasil, inovasi terapi inhalasi ini bukan hanya akan menjadi angin segar bagi jutaan pasien TB di Indonesia, tetapi juga dapat merevolusi protokol pengobatan TB global dengan menawarkan opsi yang lebih cepat, lebih targeted ke paru-paru (organ utama TB), dan jauh lebih ramah bagi tubuh pasien. (Rls)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)