maritimnewsdotco@gmail.com
Banner Iklan Maritim News

Proyek PSEL Makassar Terancam Mandek Usai Didemo Warga, Walkot Janji Akan Kaji Ulang

$rows[judul] Foto: Wali Kota Makassar menerima warga Tamalanrea yang memprotes lokasi pembangunan PSEL. (Istimewa)

Makassar - Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Munafri Arifuddin alias Appi memberi sinyal kuat kepada ratusan warga Tamalanrea yang menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau PSEL di kawasan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar. Dalam mediasi di Balai Kota, Selasa (19/8/2025), ia menegaskan Pemkot tidak akan mengabaikan aspirasi masyarakat.

"Kalau proses pembangunan tidak sesuai aturan, maka tidak boleh dilanjutkan. Saya tidak ingin ada warga yang dirugikan," ucap Appi.

Menurut Appi, pembangunan PSEL masih menunggu regulasi baru dari pemerintah pusat. Ia menyebut proyek ini sebelumnya berada di bawah koordinasi Kemenko Marves, namun kini telah dialihkan ke Kementerian Lingkungan Hidup.

"Saya bolak-balik bertanya ke kementerian. Apakah masih tunduk pada Perpres 35 atau tidak? Jangan sampai ada masalah hukum dan kesehatan di kemudian hari," ujar dia.

Appi menyebut dirinya akan bertandang ke Jakarta pada 26 Agustus mendatang. Ia dijadwalkan menghadiri rapat koordinasi nasional yang membahas masa depan proyek tersebut.

Dalam kesempatan itu, Appi menegaskan tidak akan mengambil keputusan terburu-buru sebelum memastikan tiga hal utama. Ia menyebut persoalan lingkungan hidup terkait potensi pencemaran dan risiko kesehatan, legalitas administrasi mengenai kepastian aturan serta status lahan, hingga lokasi pembangunan agar tidak merugikan akses warga.

Selain itu, ia menyoroti skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang menggunakan dana APBD dalam jumlah besar. Menurutnya, anggaran tersebut lebih tepat difokuskan untuk memperkuat pengelolaan sampah langsung di tingkat masyarakat.

Ia mengatakan perlunya teknologi pengelolaan sampah yang dapat menjawab persoalan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa. Lokasi tersebut menampung timbunan sampah seluas 19,1 hektare dengan ketinggian mencapai 16 meter.

Atas dasar tersebut, Pemkot Makassar mendorong pengelolaan sampah berbasis wilayah dengan menekankan pemisahan dan pengolahan sampah organik. Upaya tersebut kini diuji coba lewat penyediaan insinerator ramah lingkungan di tingkat kelurahan dan kecamatan.

"Kalau kita mampu kelola sampah organik, jumlah sampah tersisa tidak akan cukup lagi untuk PLTSa. Lebih baik kita selesaikan dari sumbernya," jelas dia.

Appi menegaskan, sikap Pemkot Makassar tidak bisa dimaknai sebagai penolakan investasi. Ia menyebut langkah itu justru untuk memastikan setiap investasi tetap sejalan dengan kepentingan masyarakat.

"Saya hadir bukan untuk marah kepada investor, tapi saya ingin investasi yang menyenangkan semua orang. Kalau investasi justru merugikan masyarakat, lebih baik tidak ada investasi sama sekali," terang dia.

Tak hanya itu, ia menegaskan setiap pembangunan wajib berjalan sesuai aturan dan tidak boleh dipaksakan jika dasar hukumnya belum jelas. Menurutnya, proyek besar seperti PSEL bukan hanya membutuhkan perencanaan teknis, tetapi juga kepastian regulasi dan kajian mendalam agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.

"Dasar dari proses pembangunan itu adalah rentetan aturan yang dipilih sebagai landasan. Kalau aturan-aturan yang mensupport tidak lengkap dan tidak sesuai kaidah, maka pembangunan itu tidak boleh dilanjutkan. Kalau dipaksakan, tentu akan berdampak, entah sekarang atau di masa mendatang," lanjut Appi.

Menurutnya, kapasitas sampah di Makassar yang mencapai 1.000 hingga 1.300 ton per hari dengan lebih dari 50 persen berupa sampah organik masih perlu ditelaah ulang. Ia mempertanyakan apakah jumlah tersebut memadai untuk mendukung target PLTSa menghasilkan 20 hingga 25 megawatt listrik.

"Apakah dengan sampah 500 ton ini masih cukup untuk membangkitkan 25 MW? Kalau tidak cukup, apakah perjanjiannya Pemerintah Kota lagi yang harus menambah untuk mencukupkan itu? Ini yang harus kita telaah lebih detail," tandas dia.

WALHI Sulsel Soroti Amdal Bermasalah Sejak Awal

Kepala Divisi Energi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel, Nurul Fadly Ghaffar, menyoroti proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) oleh perusahaan pemenang tender. Ia menilai dokumen tersebut bermasalah sejak awal sehingga patut dipertanyakan.

"Mayoritas warga tidak dilibatkan. Bahkan kajian Amdal tidak membahas dioksin, zat berbahaya yang dihasilkan pembakaran sampah," ucap dia.

Ia menegaskan, absennya kajian dioksin dalam dokumen tersebut berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat. Karena itu, WALHI mendesak Pemkot untuk mengkaji ulang dan membatalkan Amdal jika tidak memenuhi standar keselamatan lingkungan serta kesehatan publik.

"Amdal ini menjadi patokan dalam kajian lingkungan, kalau seandainya dioksin tidak dianggap sebagai baku mutu maka akan sangat berbahaya bagi kesehatan warga, untuk itu Walhi mendesak agar Amdal dibatalkan jika tidak memenuhi standar keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat," ujar Fadly.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)