Makassar - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengecam tindakan intimidasi aparat kepolisian terhadap aktivis WALHI Maluku Utara. Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejumlah aparat intelijen mendatangi kantor WALHI Maluku Utara kisaran pukul 23.45 WITA, Selasa, 15 Juli 2025, di luar jam kerja.
Kedatangan mereka tengah malam tanpa penjelasan resmi menimbulkan tekanan psikologis para staf dan aktivis yang sedang berada di kantor. Diduga, kedatangan para intel itu sekaitan dengan aksi protes warga bersama WALHI Maluku Utara pada pemutaran film dokumenter yang diduga dibuat oleh pihak perusahaan PT Harita Group.
Aksi protes itu ditengarai narasi bernuansa positif kehadiran perusahaan. Sebab, pencemaran lingkungan dan kerusakan alam akibat pertambangan nikel tampak nyata di Pulau Obi Maluku Utara, yang berarti narasinya bertolak belakang dengan gambaran yang selama ini disampaikan oleh pihak perusahaan dan pemerintah.
Peristiwa itu mendapat respons dari Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel, Arfiandi Anas, menyebut aksi protes warga dan aktivis WALHI Maluku Utara terhadap pemutaran film itu adalah respons tegas atas fakta pahit di daerah itu.
“Pemutaran film ini merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk menutupi kenyataan yang ada di lapangan tentang kerusakan lingkungan dan pemiskinan terhadap warga yang hidup berdampingan dengan tambang dan smelter di Pulau obi Maluku Utara. Tindakan intimidasi ini merupakan serangan terhadap Hak Asasi Manusia , hak atas rasa aman, hak menyampaikan pendapat,” tutur Arfiandi, mengutip rilis pers WALHI Sulsel, Rabu, 16 Juli 2025.
Padahal, kata dia, pihak perusahaan bisa membuka ruang diskusi jika aksi protes saat pemutaran film dinilai tak tepat. “Alih-alih membuka ruang dialog, pendekatan represif seperti ini justru memperlihatkan sikap anti-kritik dari aparat terhadap jeritan warga dan pembela lingkungan,” imbuh dia.
Karena itu, Arfiandi menekankan tiga poin penting atas polemik itu. Pertama, WALHI Sulsel meminta kepada Kapolda Maluku Utara memberikan klarifikasi resmi dan menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap WALHI Maluku Utara dan warga.
Kedua, WALHI Sulsel juga meminta agar Komnas HAM melakukan investigasi independen terhadap peristiwa intimidasi itu. Ketiga, kata dia, Pemerintah pusat dan daerah menjamin perlindungan terhadap para pembela lingkungan hidup, sesuai amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kami mengingatkan bahwa perlindungan terhadap pembela lingkungan adalah bagian dari kewajiban negara dalam menjamin hak asasi manusia dan keberlanjutan lingkungan itu sendiri,” tandas Arfiandi.
Tulis Komentar