maritimnewsdotco@gmail.com
Banner Iklan Maritim News

Sandang Status Sekolah Adiwiyata Nasional, SMAN 6 Pinrang Olah Limbah Plastik Jadi Estetik

$rows[judul] Foto: Penyangga pot bunga di SMAN 6 Pinrang berupa ecobrick (Fadila Abdullah/Maritim.news).

Pinrang - SMAN 6 Pinrang di Sulawesi selatan (Sulsel) adalah salah satu institusi pendidikan yang menyandang status Sekolah Adiwiyata Nasional. Adiwiyata sendiri adalah salah satu program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Program ini pertama kali dicetuskan pada tahun 2013. Salah satu tujuannya adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam menyelamatkan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Karenanya, tenaga kependidikan, pendidik dan peserta didik di SMAN 6 Pinrang bahu-membahu dalam merealisasikan berbagai program yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah pengolahan limbah plastik berupa botol bekas dan sisa pembungkus makanan menjadi penyangga pot bunga.

Hal itu diungkapkan oleh guru mata pelajaran olahraga sekaligus Wakil kepala Sekolah (Wakasek) bidang kesiswaan, Sri Wardani. Ia menuturkan, bahwa pengolahan limbah plastik itu dimulai sejak tahun 2023.

"Sebenarnya inisiatif, kebetulan kita guru olahraga harus memang berkarya disitu, ada cinta lingkungan dan sanitasi. Tujuannya agar siswa menjadikan satu pembiasaan lewat kegiatan olahraga untuk menciptakan suasana nyaman belajar, suasana nyaman yang dimaksud adalah di sekolah dan sekitarnya," tuturnya.

"Salah satu indikator budaya hidup sehat yakni cinta lingkungan. Kebetulan sekolah kami masuk kategori Adiwiyata Nasional, termasuk pemanfaatan limbah, dari botol bekas kami isi bungkusan mie instan, ada juga botol yang berisi air yang kami beri warna," tambahnya.

Dirinya menyebut jika upayanya itu merupakan salah satu komitmen dalam mengurangi limbah plastik yang berujung tak terolah di TPA. Pelajaran lain, kata dia, adalah memberikan contoh lewat learning by doing kepada peserta didiknya.

"Daripada dibuang percuma jadi limbah, kita mengurangi limbah sekaligus menciptakan satu kegiatan yang sekiranya bisa jadi nilai tambah di sekolah," ungkapnya.

Awalnya, inisiatifnya untuk melakukan pengolahan limba plastik mendapat respons positif dari pihak sekolah. Sebab, Sri tidak hanya mengutarakan ide, tapi juga memberi contoh karya yang telah ia buat.

"Responsnya (Kepala Sekolah) bagus, apalagi kami dulu langsung bekerja dan menampakkan satu contoh, jadi termasuk pengawas, tamu-tamu kami yang datang biasa ada yang bertanya bagaimana prosesnya," katanya.

Bahkan, kata dia, di satu waktu, ia dan beberapa timnya yang sedang membuat ecobrick menyita perhatian beberapa tamu yang berkunjung ke sekolah. Hingga beberapa pengunjung menanyakan cara pengolahannya untuk dijadikan modal dalam membuat hal serupa.

"Karena pernah kami sementara proses pembuatan, ada tamu yang datang, jadi mereka meluangkan waktu untuk melihat lihat caranya, dan belajar merakit," ucap Sri.

"Kalau pembuatannya kami ada modal, kami pakai tali tapi ada juga yang pakai isolasi sebagai perekat, hasilnya tetap cantik," tandas dia.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)