maritimnewsdotco@gmail.com
Banner Iklan Maritim News

Peringati Hari Buruh, Ribuan Petani Bakal Gelar Unjuk Rasa di Depan DPR Besok

$rows[judul] Foto: Foto: Instagram/@tanahuntukrakyat

Jakarta - Ribuan petani akan turun ke jalan memperingati Hari Tani pada 24 September 2025, besok. Mereka menuntut pemerintah segera menuntaskan 24 masalah struktural agraria dan sembilan langkah perbaikan.

Aksi ini rencananya berlangsung serentak di berbagai daerah di Indonesia. Sekitar 12 ribu petani akan turun ke Jakarta, sementara 13 ribu lainnya menggelar aksi di sejumlah wilayah lain.

"Melalui aksi ini, para petani akan menyampaikan sembilan tuntutan perbaikan atas 24 masalah struktural (krisis) agraria akibat 65 tahun UUPA 1960 dan agenda reforma agraria yang tidak dijalankan lintas rezim pemerintahan," kata Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika dilansir keterangannya, Rabu (23/9/2025).

Di Jakarta, petani akan bergabung dengan buruh, mahasiswa, dan kelompok masyarakat sipil. Mereka akan menggelar aksi di depan Gedung DPR RI untuk menuntut perbaikan.

Selain di Jakarta, berbagai lokasi aksi peringatan Hari Tani Nasional 2025 secara serentak akan digelar di Aceh Utara, Medan, Palembang, Jambi, Bandar Lampung, Semarang, Blitar, Jember, Makassar, Palu, Sikka, Kupang, dan Manado.

Dewi menyebut Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang dibentuk selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo tidak mampu menjalankan reforma agraria. Menurutnya, ketimpangan penguasaan tanah semakin parah, membuat petani semakin gurem bahkan kehilangan lahan.

"Rakyat tetap tak punya kanal penyelesaian konflik agraria. Kementerian Agraria, Kehutanan, BUMN, Pertanian, Kementerian Desa PDTT dan Kementerian Koperasi, TNI-Polri dan lembaga negara lainnya masih abai pada masalah kronis agraria," ujar dia.

Ia menyebut indeks ketimpangan tanah di Indonesia menunjukkan 1 persen kelompok elit menguasai 58 persen lahan, kekayaan alam, dan sumber produksi. Sementara itu, 99 persen penduduk harus berebut sisanya.

Dewi menegaskan kondisi tersebut memicu peningkatan konflik agraria di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Ia menilai situasi ini kian memperlebar jurang ketidakadilan sosial.

"Konflik agraria dengan luas mencapai 7,4 juta hektar. Dampaknya, 1,8 juta keluarga kehilangan tanah, kehilangan mata pencaharian dan masa depan," ucap dia.

Selain itu, Dewi menyebut konflik agraria ini juga bukan hanya karena kegagalan pemerintah menjalankan reforma agraria, namun juga karena proyek-proyek investasi dan bisnis ekstraktif skala besar yang terus dipaksakan.

"PSN, food estate, Badan Otorita Kawasan Strategis Pariwisata Nasional atau Kawasan Ekonomi Khusus, bank tanah dan militerisasi pangan terus meluas ke kampung-kampung dan desa, merampas tanah petani dan wilayah adat, menutup akses ke laut dan wilayah penangkapannya akibat sudah dikapling-kapling para pengusaha," tandas Dewi.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa berbagai program strategi yang dijalankan pemerintah telah menghasilkan lonjakan besar, baik dari sisi produksi hingga kesejahteraan petani.

Dalam Rapat Kerja bersama Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Senin (15/9) lalu, Amran mengatakan pencapaian itu merupakan hasil kinerja seluruh pihak.

"Pertama, kita lihat produksi khususnya beras hingga Oktober mencapai 31 juta ton. Ini proyeksi BPS. Estimasi kita 34 juta ton pada tahun 2025. Dan ini merupakan hasil kerja keras kita semua, termasuk dukungan dari Komite II DPD RI," kata Amran.

Pada tahun 2025 juga, stok beras Indonesia menembus 4,2 juta ton, menjadi yang tertinggi sejak Indonesia merdeka. Selain itu, Amran juga menyoroti peran pertanian terhadap PDB negara, pertanian menjadi sektor lapangan usaha yang mencatatkan pertumbuhan paling tinggi pada kuartal I tahun 2025, tumbuh hingga 10,52 persen (year-on-year).

Berbagai program dan kebijakan yang dijalankan terbukti memberikan dampak bagi kesejahteraan petani, yang tercermin dari nilai tukar petani (NTP) yang naik signifikan menjadi 123,57.

Seluruh catatan itu pun menerima penilaian positif dari dunia internasional, salah satunya dari FAO yang memproyeksikan lonjakan produksi pangan Indonesia mencapai 35,6 juta ton.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)