Oleh: Muhammad Yusran
Opini - Seringkali kita menjumpai perdebatan antara kaum modernis dan kaum budayawan. Mereka saling sentimen. Kaum Modernis menganggap budaya menghambat kemajuan. Begitupun sebaliknya, menganggap kemajuan sebagai sebab jati diri terlupakan. Benarkah demikian?
Ternyata riset Dr. Muhammad Faisal tentang Pemuda Indonesia mengungkap fakta unik. Dia menemukan bahwa ternyata aspirasi utama generasi muda sekarang adalah ingin terlihat modern. Tetapi dalam waktu bersamaan mereka cinta budaya dan kearifan lokal daerahnya. Mereka mau mengharmoniskan dua kutub identitas (kearifan lokal-modernitas).
Fenomena ini jarang kita dapati pada generasi sebelumnya (orang tua kita). Sebab modernitas dan kearifan lokal seringkali dianggap dua hal yang berlawanan. Tetapi bagi generasi muda sekarang, dua hal ini menjadi modal besar dalam mengarungi samudera kehidupan.
Standar Keren Untuk Pemuda
Saya teringat dengan sosok Karaeng Pattingngalloang yang memiliki kecintaan besar terhadap sains. Tetapi identitasnya sebagai pemuda Makassar tidak pernah pudar. Dia mengajarkan kita bahwa menjadi berbudaya bukan berarti menutup diri terhadap kemajuan. Begitupun sebaliknya, menjadi modern bukan berarti meninggalkan budaya.
Sepertinya pemuda hari ini perlu belajar dari keteladanan para leluhur. Lalu mendefinisikan sendiri gaya hidup dan standar kerennya sebagai pemuda. Jangan sampai kita didikte oleh pasar dan omongan netizen. Menjadi keren bagi pemuda sekarang adalah memiliki cakrawala pikiran yang luas dan keterikatan yang kuat dengan budayanya.
Generasi Pengubah Indonesia
Kita tentu tidak asing lagi mendengar kata Gen-Z, Gen-X, millenial dan baby boomers. Pembagian generasi ini dirumuskan oleh William Staruss dan Neill howe, pakar generasi dari Amerika Serikat.
Dalam buku The Fourth Turning, William Staruss dan Neill Howe menjelaskan tentang pembagian 4 generasi yang siklusnya berulang. Apabila telah sampai pada generasi keempat maka karakter dari generasi pertama akan lahir kembali.
Teori Generasi ini terbukti dari riset etnografi youth laboratory di berbagai daerah Indonesia, mereka mendapati di lapangan sosok-sosok lama dengan wajah yang baru. Telah muncul karakter-karakter yang mirip dengan Soekarno, Tan Malaka, Hatta dan banyak pahlawan lainnya.
Sebagai orang Makassar kita meyakini akan hadir kembali Karaeng Pattingalloang Masa kini, I Fatimah Daeng Takontu zaman ini dan para Tumanurung Modern. Maka curigalah, jangan-jangan kamulah Tumanurung Modern itu yang akan kembali menorehkan kontribusi besar untuk dunia.
Sudah saatnya kita berhenti pada perdebatan kontradiksi budaya dan modernitas. Sebab dua hal ini adalah modal besar generasi muda untuk berkontribusi. Maka kita mempelajari dan menghidupkan kembali keteladanan para leluhur di zaman ini dengan cara kita.
Sebab kita meyakini bahwa ketika para pemuda telah kembali kepada akarnya maka mereka mampu mengimajinasikan Indonesia dalam cetak biru yang jauh lebih maju, sejahtera dan bahagia. Mereka mampu mengubah Indonesia menjadi lebih Indonesia. Serta mewujudkan apa yang pernah diimpikan oleh Tan Malaka, seratus persen kemerdekaan bagi nusa dan bangsa.
Penulis adalah Founder Pemuda Bertumbuh, dapat dilihat di akun Instagram (@pemuda.bertumbuh)
Tulis Komentar